Kamis, 04 Juli 2013

Update Produksi Minyak Indonesia di Titik Nadir


Anda yakin produksi migas Indonesia akan naik?

Saya sampaikan kepada Pak Presiden, sampai 2019 minyak dari lapangan Banyu Urip, Cepu sudah keluar semua. Gas dari Tangguh train tiga juga sudah keluar. Pada 2019 nanti Indonesia sudah berubah dari minyak ke gas. Jadi kalau kita tidak mulai bangun infrastruktur gas maka akan susah. Saya berharap swasta cepat masuk, alokasi gas telah disediakan.

Yang Banyu Urip saya sudah cek. Beberapa waktu lalu sudah cek ke lapangan dan sudah mulai bor dua rig. Rencana 42 sumur, 13 sumur diantara untuk inject tingkatkan lifting. Saat ini produksi Blok Cepu baru 53 persen. Insya Allah 2014 akhir sudah produksi penuh. Lalu proyek deep water seperti Bangka, Gendalo dan Gihem akan selesai 2015-2017 dengan jumlah gas 114.742 juta kaki kubik. Ini jumlah yang besar. Kemudian Blok Muara Bakau, Jangkrik yang dikelola ENI dari Italia akan hasilkan 450 juta kaki kubik pada 2016.


Lalu ada blok Masela di selat Timor, ini selesai 2018 dengan produksi 421 juta kaki kubik. Tangguh train 3 produksi 500 juta kaki kubik selesai 2019.


Ketika saya dipanggil, Presiden sempat bertanya, adakah yang selesai sebelum Agustus 2014? Saya katakan Bapak tidak perlu khawatir. Bapaklah yang sudah membuat ini terjadi dan biarlah Presiden selanjutnya yang menikmati. Bapak Presiden tinggal bilang ke presiden selanjutnya, kami persembahkan proyek-proyek migas yang tinggal dinikmati. Ini tabungan bangsa indonesia, anak cucu kita. Totalnya tidak kurang dari US$30 miliar investasi dan tidak menggunakan uang negara.


Ada cerita di sektor migas bahwa Indonesia berhasil produksi 1,6 juta barel pada tahun 1977. Negara Indonesia beruntung karena menemukan lapangan besar. Setelah itu turun. Titik puncak kedua muncul lagi pada 1995, produksi minyak bisa 1,6 jt barel. Kenapa? Karena disentuh EOR di lapangan Duri, caranya injeksi uap. Lalu kemudian turun terus.


Lalu kapan ada puncak ketiga? Jawabannya ada pada dua komponen yakni eksplorasi dan EOR. Jika dilakukan bersamaan maka akan membuat puncak produksi yang ketiga. Tetapi kalau dikatakan turun tidak, saat ini produksi Migas Indoenesia mencapai 2,1 juta ekuivalen setara minyak. Lebih tinggi dari produksi Migas pada 1976.


Untuk program BBM menjadi BBG sendiri, sejauh mana komitmen SKK Migas dalam hal ini?


Kami ditantang untuk mengkonversi BBM menjadi BBG. SKK Migas telah siapkan 32 juta kaki kubik untuk proyek ini dari tahun lalu. Tetapi tidak terjadi. Masalahnya bukan di suplai gas tapi converter kit serta SPBG mother daughter tidak jadi-jadi. Kenapa? Karena dibangun menggunakan uang APBN. Saya ingat, karena waktu itu masih menjadi Wakil Menteri ESDM, Dirjen Migas waktu itu, Ibu Evita menyatakan tender SPBG baru selesai November dan baru dibangun Maret. Pak Menkeu tidak mau kalau multiyear karena sudah ada pengalaman pahit di Hambalang. Saya bilang, ini kan multiyear tapi single budget, tapi tetap tidak mau.


Jadi sebenarnya proses berjalan. Kesiapan hulu ada tetapi masalahnya di infrastruktur gas belum siap karena menunggu dana dari APBN. Saya lebih suka agar swasta masuk. Swasta lebih cepat jadi asal diberikan margin cukup.


Bagaimana dengan renegosiasi harga gas Tangguh?


Sebenarnya ekspor gas Tangguh ke Fujian itu kecil, hanya 11 persen. Tetapi magnitude politiknya besar. Padahal efek rupiah kecil, hanya Rp40 triliun tambahannya. Tetapi seolah-olah kita jual barang murah ke luar negeri, padahal tidak. Banyak juga gas yang kita jual mahal hingga 17 dolar per MMBTU, tetapi karena Fujian dijual US$3,35 per MMBTU kelihatannya kecil. Waktu itu kita jual gas ketika pasokan gas di dunia sedang besar. Bisa kejual juga bersyukur waktu itu.


Proses renegosiasi Tangguh telah dimulai, untuk harganya belum tahu. Yang jelas, CNOOC telah berkomitmen untuk mengubah harganya. Kami bercita-cita dalam dua bulan selesai, tetapi negosiasi membutuhkan proses yang tidak mudah.


Kami pernah dihujat karena mengekspor gas lebih banyak daripada untuk kebutuhan dalam negeri. Tapi pada tahun 2012, hampir seimbang karena ada kontrak gas yang sudah habis, dan kami langsung mengalihkannya untuk kebutuhan dalam negeri. Lalu ada usul, kenapa tidak seluruh gas itu digunakan untuk kebutuhan dalam negeri? Jawabannya sederhana. Ini infrastrukturnya tidak ada,
apa gasnya ditenteng dalam plastik?


sumber | klik77.blogspot.com | http://www.kaskus.co.id/thread/51bdb0171b76088d4000000b