Terkait pengambilalihan Inalum 31 Oktober 2013 nanti menjadi 100% milik Indonesia, maka produksi alumunium Inalum harus naik signifikan agar Indonesia tak impor alumiunium lagi.

"Kalau kita sudah kuasai Inalum maka kinerjanya harus meningkat menjadi 400 ribu ton/tahun. Saat ini produksi alumunium di Inalum baru 260 ribu ton/tahun. Masalahnya saat ini kita punya perusahaan aluminium tetapi kita juga masih impor," kata Hidayat usai meresmikan Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mankei di Kabupaten Simalungun Sumatera Utara, Rabu (3/7/2013).
Menurut Hidayat sampai saat ini Indonesia dan Jepang masih alot mendiskusikan kepemilikan saham Inalum. Kedua negara masih belum menemukan titik temu angka pembukuan Inalum terkait pembelian saham yang akan dibayarkan Indonesia ke pihak Jepang.
"Kita saat ini diperkuat 10 kementerian yang akan mengurusi Inalum. Inalum ini didirikan untuk kerjasama membuat alumunium. Di Jepang ada 12 perusahaan yang terlibat dan 1 lainnya yaitu JBIC. Ini sudah tahap akhir. Yang tersisa adalah menyamakan nilai buku. BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) secara resmi mengudit buku Ini sedang diselesaikan. Jadi masih ada perbedaan perhitungan antara BPKP dan Jepang," katanya.
Terkait kerjasama ini pemerintah mengambil keputusan untuk mengambil alih Inalum.
"Kita telah menugaskan tim dan kita akan akhiri kerjasama selama 30 tahun secara baik-baik. Hari ini tim kita ada yang ke Singapura bertemu dengan delegasi Jepang. Begitu hampir setiap minggu selalu menyelesaikan rapat di luar rapat resmi," cetusnya.
Inalum adalah usaha patungan pemerintah Indonesia dengan Jepang. Proyek ini didukung aset dan infrastruktur dasar, seperti pembangkit listrik tenaga air dan pabrik peleburan aluminium berkapasitas 230-240 ribu ton per tahun.
Pemerintah Indonesia memiliki 41,13% saham PT Inalum, sedangkan Jepang memiliki 58,87% saham yang dikelola konsorsium Nippon Asahan Aluminium (NAA). Konsorsium NAA beranggotakan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) yang mewakili pemerintah Jepang 50% dan sisanya oleh 12 perusahaan swasta Jepang.
Berdasarkan perjanjian RI-Jepang pada 7 Juli 1975, kontrak kerja sama pengelolaan PT Inalum berakhir 31 Oktober 2013. Untuk mengambil alih perusahaan aluminium tersebut, pemerintah menyiapkan dana US$ 723 juta atau Rp 7 triliun.
sumber | klik77.blogspot.com | http://finance.detik.com/read/2013/07/03/152550/2291600/1036/ms-hidayat-kita-punya-perusahaan-alumunium-tapi-masih-impor?f9911033