Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Tundjung Inderawan menjelaskan, program ini nantinya akan memudahkan KAI sebagai operator untuk mengelola KRL Jabodetabek.
Selain itu, Tundjung juga menjelaskan, pihaknya mulai tahun ini menggelontorkan anggaran subsidi atau Publik Service Obligation (PSO) untuk layanan KRL Jabodetabek senilai Rp 286 miliar.
"Di awal ada rencana bukan penghapusan tapi penggantian non AC jadi AC. Apakah ini tetap targeted. Mekanisme ini bagaimana pelaksanaannya. Akhirnya muncul opsi kalau kita memberikan PSO secara keseluruhan," katanya.
Saat ini, KAI menggoperasikan KRL Ekonomi Non AC untuk 7 perjalanan kereta. Direktur Utama KAI Ignasius Jonan mengaku pihaknya telah mempersiapkan KRL AC sebagai pengganti penghapusan KRL Non AC. "Harus nambah kereta, kita sudah siapkan," ujarnya.
Lewat dikucurkannya subsidi untuk KRL Jabodetabek Rp 286 miliar, maka harga tiket dipastikan turun drastis. Seperti dari Bogor-Jakarta Kota, pasca subsidi penumpang cukup membayar Rp 5.000 dari sebelumnya Rp 9.000.
Selain itu, tarif progresif juga diterapkan untuk transportasi KRL ini. Tarif progresif ini berlaku mulai 5 stasiun pertama. Penumpang cukup membayar Rp 3.000 kemudian memperoleh subsidi sebesar Rp 1.000 menjadi Rp 2.000.
Untuk setiap 3 stasiun berikutnya atau setelah stasiun kelima akan dikenakan tarif Rp 1.000. Tarif ini berlaku untuk kelipatan 3 stasiun. Tarif ini kemudian memperoleh subsidi Rp Rp 500 menjadi Rp 500.
Penumpang rute pendek yang menempuh perjalanan ke 2 stasiun, seperti Lenteng Agung-Pasar Minggu cukup dikenakan tarif Rp 2.000 pasca subsidi.
sumber | iniunic.blogspot.com | http://finance.detik.com/read/2013/06/18/100210/2276469/4/hapus-krl-ekonomi-mulai-1-september-ini-penjelasan-kemenhub