Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar", "berakal"). Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.
Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada perbandingan/perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode antropologi sekarang seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal.
Tujuan Antropologi sebagai ilmu.
Secara akademis, Antropologi berusaha mencapai sebuah pemahaman tentang manusia secara fisik, manusia dalam masyarakatnya, dan manusia dengan kebudayaannya. Secara praktis, Antropologi berusaha membangun suatu pandangan bahwa perbedaan manusia dan kebudayaannya merupakan suatu hal yang harus dapat diterima, bukan sebagai sumber konflik tetapi sebagai sumber pemahaman baru, agar secara terus-menerus manusia dapat merefleksikan dirinya. Secara praktis, kajian ilmu Antropologi dapat digunakan untuk membangun masyarakat dan kebudayaannya tanpa harus membuat masyarakat dan kebudayaan itu, kehilangan identitas atau tersingkir dari peradaban.
Sejarah Perkembangan Antropologi
Antropologi merupakan cabang ilmu yang usia perkembangannya relatif lebih muda dari cabang ilmu lainnya. Ilmu ini sebenarnya mulai berkembang bersamaan dengan abad pelayaran dunia. Lambannya perkembangan Antropologi pada masa-masa awal disebabkan kegagalan masyarakat Eropa melihat dan memahami kenyataan bahwa antara diri mereka dan bangsa-bangsa lain di luar mereka (daerah-daerah lain di dunia), sebenarnya memiliki sifat-sifat kemanusiaan yang sama.
Menurut Haviland, sebelum akhir abad ke-18, masyarakat Eropa selalu menganggap orang-orang dengan kebudayaan berbeda, yang tidak memiliki nilai-nilai budaya Eropa, adalah orang biadab, buas, atau berperilaku barbar. Baru di akhir abad ke-18, banyak masyarakat Eropa menganggap nilai, norma, dan perilaku bangsa-bangsa asing itu sangat relevan untuk memahami nilai, norma, dan perilaku mereka sendiri.
Hal ini terjadi karena perkembangan ilmu pengetahuan pada abad ke-18 di Eropa, didominasi oleh berbagai usaha untuk menerangkan segala sesuatu berdasarkan hukum alam. Selain itu, sebelum akhir abad ke-18 masyarakat Eropa masih sangat kuat dipengaruhi oleh ketatnya penafsiran terhadap teks-teks Alkitab. Kesangsian terhadap kemampuan Alkitab untuk menjelaskan tentang lebih banyak keanekaragaman manusia telah mendorong berkembangnya kesadaran bahwa studi tentang bangsa-bangsa biadab, dan Barbar itu sebenarnya adalah studi tentang seluruh umat manusia.
penting nih gan..
Karena kita sering kali tidak mampu memahami dan menerima dengan terbuka beraneka ragam suku bangsa, kebudayaan, agama, dan keyakinan itu. Sering kali kita dibatasi oleh prasangka dan stigma terhadap mereka yang berbeda dengan kita. Prasangka dan stigma itu bertumpuk dan tiba-tiba meledak menjadi konflik terbuka seperti yang terjadi di Ambon, dan konflik Dayak-Madura di Kalimantan. Belajar Antropologi merupakan langkah awal bagi kita untuk berpikir terbuka, sehingga mampu memahami dan menerima berbagai perbedaan yang ada di sekitar kita.
sumber | iniunic.blogspot.com | http://www.kaskus.co.id/thread/000000000000000008670811/sekilas-tentang-antropologi/