Jakarta - Memperingati HUT Jakarta ke-486 pada 22 Juni, detikcom mencoba menapaktilasi tokoh-tokoh yang jadi buah bibir pada Jakarta tempo dulu. Membela kaum tertindas, melawan penjajah nyaris dengan tangan kosong, dengan bela diri atau diplomasi, mereka ini layaklah diulas. Mari menyusuri jejak mereka.
Jalan MH Thamrin membentang antara Bundaran Hotel Indonesia hingga ke patung MH Thamrin di dekat Monas, Jakarta Pusat. Jalan protokol tersebut adalah segitiga emas Jakarta yang dipadati gedung menjulang, kendaraan, suara klakson bersahutan serta asap knalpot yang turut mengudara tak mau kalah ambil bagian dalam hiruk pikuknya rutinitas warga ibukota.
Untuk mengenang kembali sosok pahlawan nasional yang namanya diabadikan sebagai nama jalan itu, detikcom kemudian mengunjungi museum MH Thamrin, yang terletak di Jalan Kenari II No 15, Jakarta Pusat.
Kamis (20/6) siang rupanya museum sedang dalam keadaan sepi pengunjung. Hanya ada seorang petugas keamanan yang menjaga gerbang masuk dan empat orang pengurus museum. Masalah biaya, kita cukup merogoh Rp 5.000 untuk dapat masuk ke dalam museum bercat putih itu.
detikcom disambut petugas museum, Untuy, yang sekaligus memandu dan menceritakan kiprah dari MH Thamrin. MH Thamrin lahir dari keluarga berada, ayahnya bernama Tabri Thamrin yang keturunan Belanda sedangkan ibunya bernama Nurchomah, orang Betawi. Thamrin muda mengenyam sekolah menengah Belanda, Koning Willem III School te Batavia, kendati tidak mengenyam pendidikan hingga tingkat universitas. Namun ia rajin membaca berbagai referensi untuk terus menambah pengetahuannya.
MH Thamrin (tengah berpeci) bersama anggota Dewan yang lain |
"Selain itu juga MH Thamrin bergaul erat dengan orang-orang seperti Van der Zee dan Douwes Dekker untuk memperdalam ilmu politik, ekonomi, sosial dan pendidikan," ujar Untuy.
Di usia 20 tahun, Thamrin mulai bekerja di perusahaan perkapalan bernama KPM (Koninglijke Paketvart Maatscapaij). Tak berapa lama ia diangkat menjadi anggota dewan Gemeenterad (Dewan Kota Batavia). Tahun 1920, MH Thamrin mendirikan 'Perkumpulan Anak Betawi' untuk memperbaiki nasib warga level bawah.
Tujuh tahun berselang ia berturut-turut memegang jabatan loco Burgomeester II (Wakil Walikota II) dan kemudian memegang jabatan loco Burgomeester I, jabatan yang sangat tinggi waktu itu. Hingga jabatan yang lebih tinggi lagi MH Thamrin menjadi anggota Volksraad (Dewan Rakyat).
Pria kelahiran 16 Februari 1894 itu, menurut Untuy, biasa dipanggil Mat Seni. Ia dikenal mudah akrab dan mau bergaul dengan siapapun.
Thamrin bekerja sepenuh hati di Gemeenterad (Dewan Kota Batavia) dan Volksraad (Dewan Rakyat). Ia memperjuangkan kemerdekaan dengan cara menjadi penghubung antara pemerintah Soekarno dengan kelompok-kelompok nonkooperatif menjadi satu kesatuan.
Sebagai orang pemerintah, MH Thamrin lebih banyak berbicara mengenai hal-hal mikro, seperti masalah banjir atau kampung yang becek. Pria yang lahir di Sawah Besar itu sempat memprotes kenapa pembangunan kampung kumuh diabaikan sementara perumahan elit di Menteng didahulukan. Selain itu, MH Thamrin juga fokus untuk mengurus harga-harga seperti beras, gula, kedelai, karet, dan lainnya.
Semasa hidup, Thamrin menikah sebanyak dua kali. Hingga ia meninggal, tak ada istri yang memberinya keturunan.
"MH Thamrin nggak punya anak, adanya anak angkat, namanya Zubaidah," ungkapnya.
Kini jasad MH Thamrin terbaring tenang di TPU Karet Bivak. Tiap menjelang ulang tahun Jakarta 22 Juni, gubernur Jakarta yang menjabat selalu menabur bunga ke makamnya untuk menghormati jasa pahlawan nasional tersebut.
sumber | klik77.blogspot.com | http://news.detik.com/read/2013/06/24/101715/2281966/10/mohamad-hoesni-thamrin-politisi-yang-perjuangkan-nasib-warga-betawi?991101mainnews