"Kami menghimbau larangan terhadap iklan promosi rokok, karena ini menyangkut masa depan kita semua," kata Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas PA dalam acara peringatan hari tanpa tembakau sedunia yang digelar oleh Century Park Hotel, Jakarta, Jumat (31/5/2013).
Menurut Arist, industri rokok lewat iklan, promosi dan sponsorshipnya ini menargetkan 3 kelompok masyarakat yang paling rawan terbujuk, yaitu remaja, kaum wanita dan kaum miskin. Remaja dan anak-anak adalah salah satu kelompok yang menjadi sasaran paling empuk bagi industri ini.
"Tidak ada satu pun iklan rokok yang menampilkan orang-orang dewasa berusia 20 tahun ke atas. Pasti mereka menggunakan jargon-jargon khas remaja. Karena memang tujuannya mengajak remaja menjadi perokok pemula," tegas Arist.
Pernyataan Arist ini bukan tanpa alasan. Pada kenyataannya, data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa sejak tahun 1995 - 2007, jumlah perokok remaja meningkat hingga 6 kali lipat. Jika di tahun 1995 jumlah perokok anak dan remaja berusia 10 - 14 tahun di Indonesia mencapai 71.126 orang, angka ini melonjak 6 kali lipat menjadi 426.214 pada tahun 2007.
Bahkan Arist menjelaskan bahwa kasus perokok termuda yang pernah dia temui adalah bayi berumur 11 bulan, yaitu merokok hingga 40 batang per hari. Rasa kagetnya tak berhenti sampai di situ. Arist kemudian menemukan seorang anak berusia 6 tahun yang sudah merokok selama 4 tahun. Setiap hari anak ini menghabiskan 40 batang rokok dan 4 cangkir kopi.
"Saat ini ada 150 juta keluarga di Indonesia yang terdapat perokok. Jika diasumsikan setiap keluarga memiliki 1 anak, maka ada 150 juta anak yang merokok, baik pasif maupun aktif," terang Arist.
Kelompok lain yang diincar iklan rokok menurut Arist adalah wanita, dengan cara memunculkan anggapan bahwa merokok itu seksi. Padahal nyatanya, Arist melihat bahwa wanita perokok justru pada akhirnya mengalami kegemukan, sangat jauh dari imej seksi.
Terakhir, kelompok miskin adalah target industri rokok karena tiap kali memiliki masalah, pelariannya banyak ke rokok. Kelompok ekonomi menengah ke atas kini lebih menyadari bahaya rokok dan memilih untuk menghentikan kebiasaannya dengan alasan kesehatan.
"Data lembaga demografi Fakultas Indonesia menemukan bahwa rokok adalah kebutuhan nomor 2 setelah beras yang dicari rumah tangga," pungkasnya.
sumber | iniunic.blogspot.com | http://health.detik.com/read/2013/05/31/160712/2261673/763/3-kelompok-yang-menjadi-target-industri-rokok-anda-masuk-mana